SOCRATES
Socrates adalah seorang filosof
dengan coraknya sendiri. . Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya,
melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Socrates tidak
pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan
filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan
hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. kebenaran itu tetap
dan harus dicari.
Tujuan filosofi Socrates ialah
mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Di sini berlainan
pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif
dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates
berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri,
melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang
yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan
yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa
kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong
mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya
disebut maieutik. Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan
tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka
jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu
bersangkut-paut. Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan
secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan
diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
PLATO
Plato adalah seorang filsuf
dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat.
Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates.
Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik,yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya
pada keadaan "ideal".Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di
mana Socrates adalah peserta utama.
Ajaran Plato tentang etika kurang
lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik,
dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada
cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup
dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan
saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa
manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia
menurut kodratnya hidup dalam polis atau Negara. Menurut Plato negara terbentuk
atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara
warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua
orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini
dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan
kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga
yang harus dididik khusus.
Ada tiga golongan dalam negara yang
baik, yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang
sudah mengetahui yang baik dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua,
Pembantu atau Prajurit. Dan ketiga, Golongan pekerja atau petani yang
menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.Plato tidak begitu mementingkan
adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu
terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung
masyarakat yang ada di polis tersebut.Adapun negara yang diusulkan oleh Plato
berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan
terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak
kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan
pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang
terjadi di Athena.
Ciri-ciri Karya-karya Plato
- Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada
masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates
sebagai topik utama karangannya
- Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis
dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan
tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu.
Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang
paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
- Adanya mite-mite
Verhaak menggolongkan tulisan Plato
ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua
ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk
dialog.
Pandangan Plato tentang Ide-ide,
Dunia Ide dan Dunia Indrawi
Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting
adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea
dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah
ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide
adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran
manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran
manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan
perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada
dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat
terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea
genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara
hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea
ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia Indrawi
Dunia indrawi adalah dunia yang
mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca
indera kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan
daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi
ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak,
dan dapat mati.
Dunia Idea
Dunia idea adalah dunia yang hanya
terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea
bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang
indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk
kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep
pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan
"kebenaran".
Pandangan Plato tentang Karya Seni
dan Keindahan
Pandangan Plato tentang Karya Seni
Pandangan Plato tentang karya seni
dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat
jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya
seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato,
karya seni hanyalah tiruan dari realita
yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli.
Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide.
Ide
jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.
Pandangan Plato tentang Keindahan
Pemahaman Plato tentang keindahan
yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi,
yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang
sesungguhnya terletak pada dunia ide.Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah
ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya
seni.Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu
dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
ARISTOTELES
Aristoteles adalah murid Plato.Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu
ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah
logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain
kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik, kedokteran dan ilmu
alam.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang
pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis,
dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Plato menyatakan
teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan
bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia
menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah
apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem
berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih
dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun
demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi,
eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking). Di bidang politik,
Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk
demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles,
maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana
kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti
fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika,
politik, dan bahkan teori retorika dan puisi. Meskipun sebagian besar ilmu
pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal
yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan
bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori
tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada
umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total
karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru. Dapat dikatakan bahwa
pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran
keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi
Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi
Yahudi oleh Maimonides (11351204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid
(11261198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap
sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga
dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of
those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
Perbandingan Pemikiran Plato dan
Aristoteles Tentang Jiwa dan Raga.
Menurut Plato mausia memiliki tiga
elemen dalam jiwa:
·Pertama adalah kemampuan
menggunakan bahasa dan berfikir.
·Elemen raga tubuh dalam bentuk
nafsu badaniah,hasrat dan kebutuhan.
·Elemen rohaniah/kehendak bisa
dilihat dengan adanya emosiseperti kemarahan,sindiran,ambisi,kebanggaan dadn
kehormatan.
Elemen paling tinggi menurut Plato
adalah berikir(akal) dan terendah nafsu badaniah (Lavine.2003;73-74)
Jiwa menurut pandangan Plato,tidak
dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia
ide.Meski kelihatan bahwa jiwadan tubuh saling bersatu,tetapi jiwa dan tubuh
adalah kenyataan yang harus dibedakan.Tubuh memenjarakan jiwa,oleh karenanya
jiwa harus dilepaskan dari tubuh dengan dua macam cara yaitu pertama dengan
kematian dan kedua dengan pengetahuan.Jiwa yang erlepas dari ikatan tubuhbisa
menikmati kebahagiaan melihat ide karena selama ini ide teseut dikat oleh tubuh
dengan keinginan atau nafsu badaniah sehingga menutup penglihatan tehadap ide
(Hardiwijono, 2005:42)
Aristoteles meninggalkan ajaran
dualise Plato tentang jiwa dan tubuh.Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat
kekal,tetapi Aristoteles tidak.
Menrut Aristoteles,jiwa dan tubuh
ibarat bentuk dan materi.Jiwa adalah bentuk dan tubuh adalah materi.Jiwa
merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan.Jiwa adalah
penggrak tubuh,kehendak jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai (Hadiwijono,
2005:51).Secara spesifik jiwa adalah pengendali atas reproduksi,pergerakan
dan persepsi.Aristoteles mengibaratkan jiwa dan tubuh bagaikan kampak.Jika
kampak adalah benda hidup,maka tubuhya adalah kayu atau metal,sedangkan jiwanya
adalah kemampuan untuk membelah dan segala kemampuan yang membuat tubuh
tersebut disebut kampak.Sebuah kampak tidak bisa disebut kampak apabila tidak
bisa memotong,melainkan hanya seonggok kau atau metal.
Disadari oleh Aristotel,bahwa tubuh
bisa mati dan oleh sebab iu,maka jiwanya juga ikut mati.Seperti kampak tadi
yang kehilangan kemampuannya,manusia juga demikian ketika mati,ia akan
kehilangan kemampuan berfikir dan berkehendak.
Filsafat abad pertengahan adalah filsafat
di era yang dikenal sebagai abad pertengahan (medieval) atau Abad Pertengahan (Middle Ages), periode sejarah yang membentang dari
jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 masehi hingga periode Renaissance
pada abad ke-16. Filsafat abad pertengahan, dipahami sebagai sebuah proyek
penyelidikan filosofis yang independen, yang dimulai di Baghdad,
di tengah-tengah abad ke-8, dan di Prancis,
dalam masa pemerintahan Charlemagne,
pada kuartal terakhir abad ke-8. Periode ini juga didefinisikan sebagai proses
menemukan kembali budaya kuno yang pernah berkembang pada masa Yunani
dan Roma pada periode klasik, dan juga kebutuhan untuk mengatasi masalah teologis dan untuk mengintegrasikan ajaran suci dengan pembelajaran
sekuler.
Sejarah filsafat abad pertengahan
lazimnya dibagi menjadi dua periode: periode di Barat Latin mengikuti Awal Abad Pertengahan sampai abad ke-12, ketika karya-karya dari Aristoteles
dan Plato
dilestarikan dan dibudidayakan, serta pada masa keemasan di sekitar abad ke-12,
ke-13 dan abad ke-14 di Barat Latin, yang merupakan puncak dari pengembalian filsafat kuno,
yang diperoleh kembali dari para pemikir di dunia berbahasa arab, dan perkembangan
yang signifikan di bidang Filsafat agama, Logika
dan Metafisika.
Era abad pertengahan umumnya
dipandang remeh oleh para humanis di zaman Renaissance, lantaran mereka melihat filsafat pada Abad Pertengahan
sebagai periode barbar "yang menengahi" filsafat pada periode klasik
dari kebudayaan Yunani dan Romawi, dan 'kelahiran kembali' budaya pagan-klasik
tersebut pada zaman renaissance. Sejarawan Modern menganggap era abad
pertengahan merupakan periode dalam kronologi perkembangan filsafat, yang
bagaimanapun sangat dipengaruhi oleh teologi Kristianitas. Salah satu yang
paling terkenal dalam periode ini adalah Thomas Aquinas,
yang tidak pernah menganggap dirinya seorang filsuf, dan mengkritik para filsuf
kerap "tidak bisa menangkap kebenaran kebijaksanaan yang memadai
sebagaimana yang dapat diungkapkan oleh kebenaran Kristianitas".
Masalah yang dibahas sepanjang
periode ini adalah hubungan iman dengan akal budi, eksistensi dan kemudahan dari Allah, tujuan dari teologi
dan metafisika,
dan masalah-masalah
pengetahuan, universalisme, dan individuasi.:1
Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat
Muslim merupakan suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta,
etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di
dalam dunia Islam atau peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan
ajaran-ajaran Islam. Dalam Islam, terdapat dua istilah yang erat kaitannya
dengan pengertian filsafat— falsafa (secara harfiah
"filsafat") yang merujuk pada kajian filosofi, ilmu pengetahuan alam
dan logika, dan Kalam (secara harfiah berarti "berbicara")
yang merujuk pada kajian teologi keagamaan.
Merujuk pada periodisasi yang
dicetuskan Harun Nasution, perkembangan kajian filsafat Islam dapat dibagi ke dalam
tiga periode yaitu periode klasik, periode pertengahan,dan periode modern.
Periode klasik dari filsafat Islam diperhitungkan sejak wafatnya Nabi Muhammad
hingga pertengahan abad ke 13, yaitu antara 650-1250 M. Periode selanjutnya
disebut periode pertengahan yakni antara kurun tahun 1250-1800 M. Periode
terakhir yaitu periode modern atau kontemporer berlangsung sejak kurun tahun
1800an hingga saat ini.
Aktifitas yang berhubungan dengan
kajian filsafat Islam kemudian mulai berkurang pascakematian Ibnu Rusyd
pada abad ke-12 SM. Terdapat banyak pendapat yang menganggap Al-Ghazali sebagai
sosok utama dibalik kemunduran kajian filsafat Islam. Gagasan-gagasan
Al-Ghazali yang diterbitkan dalam bukunya Tahafut al-Falasifa
dipandang sebagai pelopor lahirnya kalangan Islam konservatif yang menolak
kajian filsafat dalam Islam. Buku ini memuat kritik terhadap kajian filsafat
yang ditawarkan oleh filsuf seperti Ibnu Sina
dan Al-Farabi
yang dianggap mulai menjauhi nilai-nilai keislaman. Namun, pandangan ini
kemudian menjadi perdebatan dikarenakan Al-Ghazali juga dikenal secara luas
oleh pemikir-pemikir Islam sebagai seorang filsuf. Bahkan, dalam pendahuluan di
buku tersebut Al-Ghazali menuliskan bahwasannya, kaum fundamentalis adalah
"kaum yang beriman lewat contekan, yang menerima kebohongan tanpa
verifikasi". Ketertarikan dalam kajian filsafat islam dapat dikatakan
mulai hidup kembali saat berlangsungnya pergerakan Al-Nahda pada akhir abad
ke-19 di Timur Tengah yang kemudian berlanjut hingga kini. Beberapa tokoh yang
dianggap berpengaruh dalam kajian filsafat Islam kontemporer diantaranya Muhammad Iqbal,
Fazlur Rahman, Syed
Muhammad Naquib al-Attas, dan Buya Hamka.
- Masa Kolonial Belanda
Pada
awalnya kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin hubungan
perdagangan dengan bangsa Indonesia. Tetapi rupanya dibalik semua itu
Belanda memiliki maksud terselubung.
Belanda berupaya menancapkan pengaruhnya
terhadap bangsa Indonesia, Sehingga lambat laun Belanda berhasil memperkuat penetrasinya di Indonesia.
Belanda tidak hanya memonopoli perdagangan bangsa
Indonesia dengan system kapitalisnya, namun satu demi satu Belanda berhasil menundukkan penguasa-penguasa lokal,
kemudian merampas daerah-daerah tersebut kedalam kekuasaannya, dan dibalik
semua itu bertujuan missioner.[1][1]
Sebelum
tahun 1795 Belanda telah berusaha
memeras produk pertanian seperti kopi, teh, dan lada, melalui penyerahan paksa
dan menjualnya ke pasaran Eropa. Namun kekalahan Belanda terhadap Prancis tahun 1795 dan hancurnya Duch East India Company tahun 1799 mendesak
Republic Belanda mencari cara baru untuk mengeksploitasi ekonomi kolonial. Belanda bermaksud memusatkan kekuasaan politik dalam
rangka memaksimalkan pemerasan pajak.[2][2]
Jadi tujuan
utama Belanda datang ke Indonesia, untuk meng-embangkan usaha perdagangan, yaitu
mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.[3][3]
Melihat
hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri
yang juga ingin berdagang dan berlayar
ke Indonesia. Pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan itu bergabung dan
disahkan oleh Staten –General Republik
dengan suatu piagam yang memberikan hak khusus ke pada perseroan gabungan
tersebut untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara
Tanjung Harapan dan kepulauan Soloman, termasuk kepulawan Nusantara.[4][4]
Jadi
kolonialisme di Indonesia dimulai sejak permulaan abad ke 17 dengan
didirikannya Vereenigde Oost Indisce Compagnie VOC) 1602.[5][5]
VOC melakukan monopoli rempah-rempah dengan
jumlah dan harga yang ditetapkan oleh VOC.
- Kondisi Kerajaan Islam Di Indonesia Ketika Belanda Datang
Keadaan kerajaan-kerajaan Islam
menjelang datangnya Belanda diakhir abad
ke-16 dan awal abad ke-17 ke Indonesia berbeda-beda, bukan hanya berkenaan
dengan politik, tetapi juga proses Islamisasinya. Pada waktu itu di Sumatra, penduduknya sudah Islam
sekitar tiga abad, sedangkan di Maluku dan Sulawesi proses Islamisasi baru
sedang berlangsung. Di Sumatra kerajaan malaka jatuh ke tangan
Portugis, sehingga persatuan politik di kawasan Selat Malaka merupakan
perjuangan segi tiga Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan
kelanjutan dari kerajaan Malaka Islam.[6][6]
Pada abad
ke-16, Aceh kelihatan lebih dominan, karena
para pedagang muslim menghindar dari Malaka lebih memilih Aceh sebagai
pelabuahan transit. Kemenangan Aceh atas
Johor pada tahun 1564, membuat kerajaan
ini menjadi daerah vassal dari Aceh.
Di Jawa,
pusat kerajaan Islam sudah pindah dari
pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram.
Perpindahan ini membawa pengaruh besar
yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa, diantaranya
adalah: Kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas garis agraris, peranan
daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur, begitu juga dengan
pedagang dan pelayar Jawa, terjadinya pergeseran pusat-pusta perdagangan
dalam abad ke-17 dengan segala
akibatnya.
Di
Sulawesi pada akhir abad ke -16
pelabuhan Makasar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis.
- Politik Islam Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun
1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau Jawa dengan
perjanjian Giyanti, oleh karna itu raja Jawa pada saat itu kehilangan kekuasaan
politiknya. Bahkan kebiwaan raja Jawa pada saat itu sangat tergantung kepada
VOC. Pada saat itu campur tangan kolonial terhadap kehidupan karaton makin
meluas, sehingga ulama-ulama keraton sebagai penasihat raja-raja tersingkir.
Reaksi
paling awal terhadap konsolidasi
pemerintahan Belanda dan
hancurnya aristokrasi[7][7] lama datang dari kalangan muslim. Keseimbangan
kekuatan yang sedang berubah menimbulkan gerakan kebangkitan ulama yang menentang otoritas kaum elite priyayi. Bahkan semenjak konsolidasi Mataram pada awal abad ke-17, aristokrasi Jawa telah dibagi dua kelompok priyayi yang
memerintah, yang terkondisikan oleh nilai-nilai Jawa, dan kyai yang mewakili komunitas yang setia terhadap
keyakinan agama Islam.
Dengan
masuknya kelompok aristokrasi
priyayi ke dalam pemerintahan kolonial
Belanda, kyai menjadi satu-satunya
perwakilan masyarakat Jawa yang independen. Otoritas, jumlah, dan
pengaruh mereka sangat luas, sehingga meningkatkan kesadaran mereka terhadap
identias muslim , dan menjadikan mereka
mengenal perlawanan dunia muslim terhadap kolonialisme.[8][8]
Akibat
Kolonial rakyat kehilangan
kepemimpinan, sementara penguasaan Kolonial sangat menghimpit kehidupan mereka.
Hasil bumi rakyat dijadikan untuk kepentingan pemerintah colonial Belanda.
Penggusuran dan perampasan tanah milik rakyat untuk kepentingan pemerintah
semakin digalakkan. Rakyat ketakutan dan kesulitan menghadapi penindasan
tersebut. Ini terjadi sampai abat ke-14.[9][9]
Dalam
kondisi seperti ini rakyat mencari
pemimpin nonformal (para ulama, kyai, atau bangsawan) yang masih memperhatikan
mereka. Pusat kekuatan politik berpindah dari istana keluar, yaitu ke
wilayah-wilayah yang jauh dari istana, salah satu ke pasantren-pasantren yang
kemudian menjadi basis perlawanan.
Keterlibatan
para ulama dalam politik hampir sama tuanya dengan sejarah peradaban Islam.
Ulama, atas nama Islam, menggalang kekuatan untuk melawan penjajah. Terjadilah
perang Jawa (1825-1830) dipelopori pangeran Diponegoro didampingi Kyai
Mojo (1873-1904) walaupun perang besar
ini berakhir dengan kekalahan, tetapi peran polotik ulama telah menjadi
pelajaran politik umat Islam Indonesia. Penggalangan atas nama Islam telah
memupuk cinta tanah air dan anti Kolonial.[10][10]
Sepanjang
abad ke-18 di Sumatera penuh pergolakan. Ulama dan pedagang Arab berdatangan
menimbulkan suasana baru dalam kehidupan keagamaan karena mulai munculnya cikal
bakal repormasi ortodoks (pemurnian keagamaan). Pada saat itu berperang
kerajaan Riau yang berakhir ketika gabungan Riau-Johor dikalahkan Belanda.
- PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN KOLONIAL
Sejak dari zaman Belanda VOC kedatangan mereka di Indonesia
sudah bermotif ekonomi, politik dan agama, dalam hak oktroi VOC terdapat
saru pasal yang berbunyai “ badan ini harus berniaga di Indonesia
dan bila perlu boleh perperang. Dan harus memperhatikan perbaikan agama
Kristen dengan mendirikan sekolah”.[11][11]
Terhadap
pendidikan Islam, semula Belanda (tahun
1610 M) bersikap membiarkan saja menurut sistem kerajaan Mataram. Namun, mereka
lambat laun mengubah pendidikan Islam secara sedikit demi sedikit.
Setelah
Diponegoro ditaklukkan, Belanda
melanjutkan usahanya untuk membinasakan organisasi resmi pendidikan
Islam. Penghulu, Naib, Modin dibebaskan dari kewajiban pendidikan dan
pengajaran Islam. Penghulu tidak lagi menjadi hakim agama, cukup Naib saja yang
menjadi juru nikah, talak, dan rujuk, dan semuanya berada dibawah pengawasan
Belanda. Karena usaha-usaha Belanda itu,
pendidikan Islam lama- kelamaan menjadi mundur dan makin terdesak oleh
pendidikan barat.
Ketika Van
den Bosch menjadi Gubernur Jendral di Jakarta tahun 1831M, ia mengeluarkan
kebijaksanaan bahwa sekolah gereja dianggap diperlukan sebagai sekolah
pemerintah Belanda. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan
satu. Di setiap daerah karesidenan didirikan satu sekolah agama Kristen. Ketika
Van den Capellen tahun 1819M merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu
pemerintahan Belanda.
Dalam surat
edarannya kepada para Bupati berisi: “Dianggap penting untuk secepatnya
mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin
merata kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka
dapat menaati undang undang dan hukum Negara.[12][12]
Dari surat
edaran diketahui bahwa Belanda mengaggap
pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di pondok pondok pesantren, masjid,
mushalla, dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Kemunduran pendidikan
Islam itu sampai puncaknya sebelum tahun 1900 M yang meliputi seluruh Indonesia.
Bahkan pada tahun 1882 Belanda membuat
badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam.
Tahun 1925
Belanda mengeluarkan peraturan lebih
ketat, bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu
dibabkan tumbuhnya organisasi pendidikan Islam, seperti Muhammadyah, Syarikat
Islam, al Irsyad, Nahdatul Wathan, dan lain – lain. Tahun 1932 keluar pula
peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak
izinnya yang disebut Ordonisasi Sekolah Liar.
Masa
perubahan di Jawa sejak tahun 1900 dimulai oleh K.H. Hasyim Asyari membuka
Pasantren Tebuireng di Jombang dari
tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang meluluskan banyak ulama. Pada tahun
1959 Pondok ini mempunyai tingkatan sebagai berikut:
1.
Madrasyah
Ibtidaiyah enam tahun, mata pelajarannya 70 persen agama, 30 persen umum.
2.
Tsanawiyah
tiga tahun, untuk pelajarannya 70 persen agama. 30 persen umum.
3.
Mua’allimin
lima tahun.
A.
Islam Masa Orde Lama
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, mulailah bangsa Indonesia mengisinya dengan pembangunan di berbagai bidang; fisik, nonfisik, mental, spiritual dan infrastruktur. Para pemimpin waktu itu sepakat mengangkat Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Salah satu yang menjadi agenda para pemimpin waktu itu adalah departemen apa saja yang perlu dibentuk. Muncul usulan membentuk Kementrian Agama yang bertugas mengurusi masalah keagamaan bagi umat Islam. Dalam rapat yang berlangsung, Latuharhary, seorang utusan dari Maluku, keberatan dengan pembentukan kementrian agama tersendiri. Keberatan itu didasarkan pada kekhawatiran bahwa jika misalnya seorang Kristen yang menjadi menteri agama, kaum Muslim akan merasa kurang tenteram, dan begitu sebaliknya. Dari kalangan Islam, Abdul Abbas menyarankan agar masalah agama dijadikan bagian dari Kementrian Pendidikan. Usul ini akhirnya diterima, karena setelah dilakukan voting, gagasan membentuk kementrian agama tersendiri hanya memperoleh enam suara. Tetapi pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), sebuah komite lanjutan dari PPKI, usul ini muncul kembali. Para tokoh Islam seperti Mohammad Natsir mendukung usul ini dengan pertimbangan supaya masalah agama tidak dianggap ”sambil lalu” oleh Kementrian Pendidikan. Presiden pun memberi isyarat setuju. Maka pada 12 Maret 1946 Kementrian agama resmi dibentuk dengan H.M. Rasjidi sebagai menteri pertamanya.
Adanya Kementrian Agama dapat dikatakan sebagai solusi kompromi atas polemik yang terjadi pada ”tujuh kata” pada Piagam Jakarta, yang dapat menawarkan kemungkinan bagi pelaksanaan ajarana agama, khususnya syariat Islam, sehingga Islam dapat berperan dalam negara modern.
Suasana sosial-politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan politik antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis. Perdebatan mereka tentang corak hubungan antara Islam dan negara seperti terhenti. Paling tidak untuk sementara, kedua kelompok ini melupakan perbedaan ideologis di antara mereka .
Kelompok Islam menjadikan wadah Masyumi sebagai organisasi politik untuk mennyuarakan aspirasi mereka. Para anggota Masyumi adalah. Kekuatan Masyumi antara 1946-1951benar-benar mencolok. Herbert Feith mengatakan bahwa dalam pemilihan umum tingkat regional yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jawa pada 1946, dan pemilihan umum di Yogyakarta pada 1951, Masyumi memperoleh mayoritas suara mutlak atau paling tidak lebih banyak dibanding kontestan lain manapun .
Dalam Parlemen yang berangotakan 236 orang, Masyumi tampil sebagai partai dengan menduduki 49 kursi. Karena besarnya perolehan kursi, Masyumi dipercaya memimpin kabinet yaiti Kabinet Natsir pada 1950-1951, Kabinet Sukiman pada 1951-1952, dan Kabinet Burhanudin Harahap pada 1955-1956.
Namun keutuhan Masyumi harus diuji dengan keputusan NU keluar dari Masyumi. NU kemudian membentuk partai sendiri. Menariknya kursi yang diperoleh dari Pemilu tahun 1955, NU memperoleh 45 kursi dan masuk dalam empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI .
Kekuatan Masyumi sebagai partai politik Islam terus diuji sehingga harus mengalami masa surutnya. Perkembangan lebih lanjut anggota-anggota yang menjadi pendukung Masyumi yaitu Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, al-Ittihadiyah, al-Jami’ah al-Washliyah, al-Irsyad, dan Persis keluar dari Masyumi. Terakhir karena konflik dengan Soekarno, Masyumi dibubarkan oleh Presiden pada tahun 1960. Tokoh-tokoh Masyumi dituduh Soekarno terlibat dalam pemberomtakan PRRI .
Soekarno kemudian menggagas ide yang ingin menyatukan paham Nasionalisme, Islam dan Komunisme yang terkenal dengan sebutan NASAKOM. Konsep yang jelas mengenai ide ini tak pernah terumuskan. Ide ini mendapat reaksi keras dari umat Islam. Namun secara tidak diduga ide ini didukung oleh NU. Bahkan NU memberikan gelar kepada Soekarno dengan gelar Waliyyul Amri Dharury bisy Syaukah. Pada bulan Mei 1963 NU dan PKI mendukung sepenuhnya pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Sikap akomodatif NU ini, menurut Ensiklopedi Tematis Islam , hanyalah suatu pragmatisme politik. Idham Khalid berpendapat partainya tidak akan turut serta dalam pemerintahan yang merugikan agama.
Peranan partai Islam di masa ini mengalami kemerosotan. Soekarno makin memperlihatkan otoritasnya sebagai penguasa. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginannya. Partai yang mendapat angin waktu itu adalah PKI yang mulai melakukan manuver-manuver politiknya.
Masa Soekarno ini kemudian terkenal dengan masa Demokrasi Terpimpin. Era Soekarno berakhir setelah terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang terkenal dengan G30S PKI. Para Jenderal yang setia kepada Pancasila dibunuh dengan sadis. Soekarno pun dikaitkan dengan dukungannya terhadap G30S. Masa ini kemudian dikenal dengan masa Orde Lama.
B. Islam Masa Orde Baru
Tanggal 10 Januari1966 para mahasiswa turun ke jalan memprotes pemerintah yang makin tidak berpihak kepada rakyat. Mereka melakukan demonstrasi menuntut PKI dibubarkan, mendesak membubarkan kabinet 100 menteri, dan meminta harga-harga diturunkan. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu kemudian dikenal demonstrasi Tritura atau tiga tuntutan rakyat. Sejak ini mulailah era baru yang disebut Orde Baru. Sebelum ini disebut Orde Lama.
Presiden Soekarno di masa ini sudah tidak memiliki kekuatan lagi. Berdasar surat perintah sebelas Maret (Supersemar) dia memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Kepada Soeharto diperintahkan ”untuk menciptakan suasana ketenangan dan keamanan, dan menjamin keselamatan pribadi presiden, yang jelas merasa terancam” . Melalui rapat di MPR Soeharto dipercaya menjadi presiden RI menggantikan Soekarno. Harapan baru umat Islam muncul kembali. Masyumi diusulkan untuk direhabilitasi, namun ditolak oleh pemerintah. Sebagai kompensasinya pemerintah mengizinkan pendirian partai baru untuk menampung para mantan aktivis Masyumi. Nama partai tersebut adalah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dengan pimpinannya Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun.
Satu dengmi satu keinginan umat Islam kandas di tangan Orde Baru. Piagam Jakarta yang diu sulkan untuk dilegalisasi kembali pada sidang MPRS tahun 1968 ditolak. Demikian juga keinginan menyelenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia pada tahun yang sama tidak dikabulkan.
Sikap saling curiga muncul dan merebak, bahkan pemerintah Orde Baru makin memperlihatkan sikap represifnya terhadap kaum Muslimin. Setiap kegiatan dakwah harus meminta izin dari aparat keamanan, setiap organisasi Islam harus mengganti azas organisasinya dengan azas tunggal Pancasila, dan partai yang dibolehkan hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia. Semua pegawai negeri digiring untuk memilih Golongan Karya sehingga selama enam kali pemilihan umum Golkar berhasil memenangkan pemilihan umum. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus-kampus juga dibatasi dengan norma-norma yang menyebabkan mahasiswa hanya memfokuskan hanya pada perkuliahan. Para pendakwah yang dianggap membahayakan penguasa dipenjarakan .
Menurut Din Syamsudin, agenda politik Orde Baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini, menurutnya, didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Dengan mendepolitisasi Islam mereka akan mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka .
Namun walaupun Islam secara politik mendapat tekanan dari berbagai sudut, di pihak lain, secara kultural kebangkitan Islam menyeruak tanpa dapat dibendung. Mungkin ini hikmah dari perlakuan kurang bersahabat pemerintah terhadap umat Islam. Secara fenomenal dakwah Islam menerobos dinding-dinding gedung mewah seperti hotel-hotel berbintang. Gedung-gedung perkantoran modern menyediakan tempat untuk shalat jumat, pengajian-pengajian muncul di kalangan birokrasi pemerintahan, berbagai kegiatan dakwah seperti tablig akbar mendapat sambutan ribuan pengunjung, masjid-masjid bermunculan, seminar-seminar keislaman diadakan di kampus-kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, Trisakti dan UGM, wanita-wanita dari kalangan terpelajar banyak yang mengenakan jilbab di kota-kota besar, buku-buku Islam terbitan baru dengan tampilan menarik diterbitkan secara besar-besaran. Dan pada tingkat ekonomi berhasil didirikan Bank Muamalat yang beroperasi secara syariat Islam. Pada lapisan kaum intelektual didirikan organisasi bernama Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan ketuanya BJ Habibie. Jumlah jamaah haji pun meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 200 ribu jamaah lebih.
Kekuatan Orde Baru semakin nyata berkat dukungan militer. Posisi Presiden Soeharto pun makin kokoh dengan dukungan tentara. Perkembangan kebangkitan Islam pun direspond oleh Soeharto dengan melakukan pendekatan terhadap kalangan Islam. Pendirian Bank Muamalat dan ICMI adalah hal yang didukung penuh oleh Soeharto. Namun di awal tahun 90-an ada wacana yang dimunculkan oleh Amien Rais tentang perlunya regenerasi kepemimpinan nasional. Seperti diketahui bahwa setiap sidang MPR yang menentukan kepemimpinan nasional, pilihan selalu menuju ke diri Soeharto sampai enam kali sampai angin reformasi yang menghendaki pergantian kepemimpinan nasional muncul.
Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia, yang berdampak nilai rupiah makin merosot terhadap dolar, posisi pemerintah di bawah Soeharto mulai disorot oleh rakyat. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran muncul di Jakarta. Demonstrasi yang terjadi setiap hari itu sampai menelan korban yakni tewasnya tiga mahasiswa Universitas Trisakti. Kerusuhan dan penjarahan muncul secara brutal yang berujung pada kejatuhan Soeharto pada bulan Mei 1998. Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden dan digantikan oleh wakilnya yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.
C. Euforia Pasca Jatuhnya Soeharto
Berakhirnya masa kekuasaan Soeharto menandai dimulainya orde reformasi. Maka Habibie mendapat tugas berat menakhodai Indonesia di masa transisi. Langkah-langkah yang mengarah kepada proses demokratisasi pun diambil. Kebebasan pers dijamin, pemberantasan korupsi dilakukan, para pejabat yang diangkat melalui nepotisme diberhentikan, kabinet pun dirombak, sistem politik yang berkaitan dengan penetapan presiden dan para kepala daerah dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Dan yang paling menarik adalah dibukanya kran regulasi politik yang membolehkan didirikannya partai baru.
Situasi ini dimanfaatkan oleh rakyat untuk beramai-ramai mendirikan partai baru. Dan secara fenomenal di masa ini kembali Islam politik mendapat momentumnya untuk bangkit. Sejumlah partai Islam berdiri seperti Partai Keadilan, Partai Bulan Bintang, Partai Masyumi Baru dan Partai Syarikat Islam. Selain itu PPP yang pernah mengganti asas partai dengan Pancasila pun kembali menegaskan asasnya dengan Islam dan mengganti lambang dengan gambar ka’bah .
Partai-partai baru ini selain ada yang secara tegas berasaskan Islam, ada pula yang tidak menegaskan sebagai partai Islam namun konstituennya adalah kalangan Islam seperti Partai Amanat Nasional (PAN) yang digagas oleh Amien Rais, aktivis Muhammadiyah, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digagas oleh Abdurrahman Wahid.
Secara fantastis Pemilu tahun 1999 mengikutsertakan 48 partai yang ditawarkan kepada rakyat untuk dipilih. Dari ke 48 partai itu dapat dikategorikan kepada empat kategori yaitu pertama, partai nasionalis seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP); Kedua, partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan (PK), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Politik Islam Masyumi (PPIM), dan Partai Syarikat Islam; Ketiga, partai nasionalis berbasis Islam, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB); Keempat, partai Kristen; Keempat, partai para buruh seperti Partai Buruh Indonesia.
Seleksi alam menggugurkan satu demi satu partai yang berta rung di kancah pemilu 1999 tersebut. Partai yang di masa Orde Baru diberi kesempatan berlaga, yaitu PPP, Golkar dan PDI (yang kemudian berubah menjadi PDIP), masih mendapat suara signifikan. Namun para pendatang baru yang dianggap oleh rakyat sebagai alternatif pun bermunculan. Terdapat tujuh partai yang memperoleh suara di atas partai-partai lain yaitu PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK.
Di masa keterbukaan ini, harapan akan terjaminnya rasa keamanan, keadilan dan kesejahteraan rakyat mulai berjalan. Kekuasaan represif rezim Orde Baru yang didukung militer mulai hilang. Rakyat mulai berani menyuarakan kepentingannya tanpa rasa takut, sehingga unjuk rasa-unjuk rasa menjadi pemandangan biasa di jalan-jalan.
Masa transisi kepemimpinan Habibie berlangsung satu tahun. Sidang MPR kemudian memilih Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai presiden dan wakil presiden. Namun Wahid pun hanya setahun memimpin karena terkait kasus Bulog yang menyebabkan ia diganti oleh Megawati.
Pemilihan langsung presiden pertama digelar pada tahun 2004. Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla berhasil memperoleh suara terbanyak sehingga ditetapkan sebagai presdien dan wakil presiden mengalahkan pasangan-pasangan lain yaitu Megawati-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Judohusodo, Wiranto-Solahudin Wahid, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Para pengamat politik dunia menilai keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Pemilu secara langsung menempatkan Indonesia sebagai negara demokratis ketiga di dunia setelah Amerika dan India.
D. Islam di Masa Reformasi
Kebebasan yang terbuka lebar di masa ini pun dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menata dirinya, bukan hanya di bidang politik, melainkan juga bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan kehidupan keberagamaan.
Di bidang politik, banyak fenomena menarik tentang menguatnya kebangkitan politik kaum santri. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro Islam semakin tampak terbuka, seperti dicanangkannya program zakat nasional pada tahun 2005 dan penataan madrasah-madrasah di bawah Departemen Agama dengan dukungan dana yang besar.
Ketika Undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) disahkan maka sekarang tidak lagi menjadi tugas DPRD untuk menentukan gubernur dan bupati/walikota. Maka berlangsunglah pesta demokrasi tingkat daerah yang memunculkan calon-calon pemimpin baru. Yang menarik dari hasil pilkada, secara tidak terduga, terdapat pemimpin baru yang terpilih dari kalangan santri. Terpilihnya Ahmad Heriawan dan Dede Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat pada 2008 sangat mencengangkan banyak orang. Mereka adalah calon dari partai Islam yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan partai berberbasis massa Islam, Partai Amanat Nasional. Demikian juga calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara yang diusung PKS memenangkan Pilkada Sumut tidak lama setelah berlangsung Pilkada Jawa Barat.
Di bidang ekonomi, kaum Muslimin sudah memiliki bank yang beroperasi secara Islami, yaitu Bank Muamalat yang sudah dirintis sejak zaman Orde Baru. Karena minat umat Islam yang begitu besar akan beroperasinya bank Islam maka para bankir pun memanfaatkan momentum ini. Para pengusaha bank berusaha untuk mengkonversi sistem perbankan dari konvensional ke perbankan syariah. Banyak bank yang tadinya hanya beroperasi secara konvensional mulai membuka sistem syariah. Dimulai oleh Bank Syariah Mandiri, kemudian disusul oleh Bank BNI Syariah, IFI Syariah, BUKOPIN Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BII Syariah, Permata Syariah, dan bahkan bank asing seperti HSBC.
Fenomena ini mendorong pihak Bank Indonesia (BI) untuk membuka divisi perbankan syariah untuk melakukan pembinaan dan regulasi. Jabatan pembina bank syariah di BI pun ditingkatkan dari setingkat divisi menjadi direktorat, seiring dengan menjamurnya bank-bank syariah baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal dengan munculnya bank-bank perkreditan syariah.
Kebutuhan akan tenaga sumber daya manusia yang ahli di bidang perbankan syariah secara otomatis disambut oleh kalangan perguruan tinggi untuk membuka jurusan ekonomi Islam. Maka perguruan tinggi Islam, baik negeri maupun swasta, ramai-ramai membuka jurusan ekonomi Islam. Namun kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh kalangan perguruan tinggi umum untuk membuka jurusan ekonomi syariah. Maka UI, UGM, Trisakti dan IPB pun membuka program ekonomi Islam, tidak hanya di strata sarjana melainkan juga pascasarjana.
Pendidikan Islam juga memunculkan fenomena yang menarik. Di level pendidikan dasar dan menengah, muncul fenomena sekolah terpadu, yaitu Sekolah dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) dan Sekolah Menengah Islam Atas Terpadu (SMAIT).
Kehadiran sekolah terpadu ini ternyata menarik minat kalangan masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya. Sistem sekolah ini pada intinya memadukan pendidikan umum dan agama bukan hanya pada tingkat teoritis melainkan sampai pada tingkat praktik. Anak-anak diwajibkanuntuk mempraktekkan shalat berjamaah di masjid sekolah. Bahkan bukan hanya shalat wajib, sekolah ini pun mengharuskan mereka untuk shalat sunat seperti dhuha dan rawatib. Di bidang bacaan Quran, sistem SIT menekankan kefasihan dan hafalan Quran anak didik.
Animo masyarakat memasukkan anaknya ke sekolah terpadu bisa menjadi faktor terbukanya kesadaran akan pentingnya ajaran Islam bagi anak-anak mereka.
Di pihak lain muncul fenomena lain yaitu sekolah-sekolah berasrama atau yang populer disebut Boarding School. Sekolah ini sebenarnya sekolah umum, hanya siswanya diwajibkan tinggal di asrama untuk mengikuti pembinaan kepribadian yang menunjang tujuan sekolah. Sekalipun model sekolah ini menyerupai pesantren, namun tidak ada pelajaran mengaji kitab kuning atau kewajiban berbahasa Arab di lingkungan asrama. Beberapa nama sekolah yang menerapkan model ini adalah SMA Madania, SMA Dwiwarna, keduanya di Parung, Bogor; SMA al-Muthahhari Bandung, dan International Islamic Boarding School (IIBS) Cikarang.
Di level kehidupan keberagamaan masyarakat terjadi perkembangan yang juga menarik untuk diamati, seperti menjamurnya travel-travel haji dan umroh untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak naik haji dan umroh. Jumlah jamaah haji terus meningkat mencapai lebih dari 220 ribu jamaah. Pengajian-pengajian dan training-training Islam dibanjiri pengunjung seiring dengan bermunculannya da’i-da’i muda yang menarik dalam menuturkan materi dakwahnya.
Majelis-majelis ta’lim yang menampilkan juru-juru dakwah yang populer dan menyejukkan bermunculan dan diminati kaum Muslim perkotaan. Dalam kaitan ini masing-masing majelis pengajian memiliki nama yang menjadi semacam ”trade mark” seperti Manajemen Qalbu yang dipelopori oleh Abdullah Gymnastiar, Majelis Zikir yang dipelopori oleh Arifin Ilham, dan Wisata Hati yang diasuh oleh Yusuf Mansyur. Juru dakwah yang lebih dahulu menyemarakkan tablig-tablig akbar adalah Zainuddin MZ, yang mendapat julukan ”da’i sejuta ummat”. Namun seiring dengan perannya di partai politik, namanya perlahan-lahan tidak lagi populer.
Di kalangan eksekutif, kebangkitan keagamaan juga makin meluas. Hampir tidak ada satu pun gedung pencakar langit di kota besar seperti Jakarta yang tidak memiliki fasilitas shalat jumat. Hotel-hotel berbintang berlomba-lomba menyediakan tempat untuk shalat tarawih yang diisi ceramah agama. Para artis banyak yang mengenakan busana yang menutupi aurat di samping melaksanakan umroh dalam mengisi liburan mereka.
Training-training motivasi juga diminati kaum menengah dan eksekutif. Dalam hal ini yang menonjol adalah training ESQ (Emotional, Spiritual Quotient) yang dipelopori oleh Ary Ginanjar Agustian. Sekalipun, untuk mengikuti training ini harus membayar jutaan rupiah namun tetap saja diminati kalangan eksekutif dan kalangan Islam kota. Bahkan di tahun 2006 ESQ sudah dilaksanakan di luar negeri seperti Malaysia dan Brunei. Training ESQ sebenarnya lebih banyak muatan keislamannya namun dikemas secara menarik melalui pendekatan sains modern mutakhir dan teknologi multimedia serta musikalisasi yang mengundang sentuhan emosi para pesertanya. Selain kaum profesional dan eksekutif, ESQ juga menyediakan training untuk mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga dan anak-anak.
Acara-acara dakwah pun menjamur di televisi, terutama pada waktu datangnya bulan Ramadhan. Pada bulan ini acara dakwah diadakan menjelang dan sesudah berbuka puasa serta menjelang dan setelah santap sahur. Cerita-cerita film di televisi pun memunculkan kisah-kisah Islami yang tidak ditemui di masa-masa sebelumnya.
Pendek kata, syiar Islam di masa ini tampak semarak menembus ruang-ruang kehidupan masyarakat. Dalam mengekspresikan pendapat, gagasan, pikiran dan cita-citanya, masyarakat tidak lagi dihantui perasaan takut, seperti di masa Orde Baru. Gagasan-gagasan provokatif, bernuansa politis, sekalipun, tidak mendapat teguran atau larangan dari pemerintah. Bahkan negara, secara legal formal, telah mengesahkan wilayah Provinsi Aceh, yang kemudian berubah nama menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebagai wilayah yang diberi otonomi penerapan syariat Islam. Kasus-kasus pelanggaran pidana yang dilakukan warga diputuskan melalui peradilan syariat .
Di antara sebagian masyarakat ada yang secara demonstratif dan provokatif mengkampanyekan diterapkannya syariat Islam di negara RI , bahkan ada juga di antara mereka yang ingin membangun negara dengan sistem khilafah yang berdimensi universal di seluruh dunia .
Perkembangan Islam dan kehidupan umat Islam di Indonesia akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Banyaknya kaum muda Islam terpelajar yang bergelar sarjana, magister dan doktor tampaknya membawa angin segar bagi perkembangan baru Islam Indonesia di masa depan.
Beberapa pendapat yang dilontarkan para pakar dan pemikir Islam dunia memprediksi bahwa kebangkitan Islam akan muncul di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Apakah itu mitos atau realitas, hanya waktu yang akan menjawabnya.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, mulailah bangsa Indonesia mengisinya dengan pembangunan di berbagai bidang; fisik, nonfisik, mental, spiritual dan infrastruktur. Para pemimpin waktu itu sepakat mengangkat Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Salah satu yang menjadi agenda para pemimpin waktu itu adalah departemen apa saja yang perlu dibentuk. Muncul usulan membentuk Kementrian Agama yang bertugas mengurusi masalah keagamaan bagi umat Islam. Dalam rapat yang berlangsung, Latuharhary, seorang utusan dari Maluku, keberatan dengan pembentukan kementrian agama tersendiri. Keberatan itu didasarkan pada kekhawatiran bahwa jika misalnya seorang Kristen yang menjadi menteri agama, kaum Muslim akan merasa kurang tenteram, dan begitu sebaliknya. Dari kalangan Islam, Abdul Abbas menyarankan agar masalah agama dijadikan bagian dari Kementrian Pendidikan. Usul ini akhirnya diterima, karena setelah dilakukan voting, gagasan membentuk kementrian agama tersendiri hanya memperoleh enam suara. Tetapi pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), sebuah komite lanjutan dari PPKI, usul ini muncul kembali. Para tokoh Islam seperti Mohammad Natsir mendukung usul ini dengan pertimbangan supaya masalah agama tidak dianggap ”sambil lalu” oleh Kementrian Pendidikan. Presiden pun memberi isyarat setuju. Maka pada 12 Maret 1946 Kementrian agama resmi dibentuk dengan H.M. Rasjidi sebagai menteri pertamanya.
Adanya Kementrian Agama dapat dikatakan sebagai solusi kompromi atas polemik yang terjadi pada ”tujuh kata” pada Piagam Jakarta, yang dapat menawarkan kemungkinan bagi pelaksanaan ajarana agama, khususnya syariat Islam, sehingga Islam dapat berperan dalam negara modern.
Suasana sosial-politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan politik antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis. Perdebatan mereka tentang corak hubungan antara Islam dan negara seperti terhenti. Paling tidak untuk sementara, kedua kelompok ini melupakan perbedaan ideologis di antara mereka .
Kelompok Islam menjadikan wadah Masyumi sebagai organisasi politik untuk mennyuarakan aspirasi mereka. Para anggota Masyumi adalah. Kekuatan Masyumi antara 1946-1951benar-benar mencolok. Herbert Feith mengatakan bahwa dalam pemilihan umum tingkat regional yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jawa pada 1946, dan pemilihan umum di Yogyakarta pada 1951, Masyumi memperoleh mayoritas suara mutlak atau paling tidak lebih banyak dibanding kontestan lain manapun .
Dalam Parlemen yang berangotakan 236 orang, Masyumi tampil sebagai partai dengan menduduki 49 kursi. Karena besarnya perolehan kursi, Masyumi dipercaya memimpin kabinet yaiti Kabinet Natsir pada 1950-1951, Kabinet Sukiman pada 1951-1952, dan Kabinet Burhanudin Harahap pada 1955-1956.
Namun keutuhan Masyumi harus diuji dengan keputusan NU keluar dari Masyumi. NU kemudian membentuk partai sendiri. Menariknya kursi yang diperoleh dari Pemilu tahun 1955, NU memperoleh 45 kursi dan masuk dalam empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI .
Kekuatan Masyumi sebagai partai politik Islam terus diuji sehingga harus mengalami masa surutnya. Perkembangan lebih lanjut anggota-anggota yang menjadi pendukung Masyumi yaitu Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, al-Ittihadiyah, al-Jami’ah al-Washliyah, al-Irsyad, dan Persis keluar dari Masyumi. Terakhir karena konflik dengan Soekarno, Masyumi dibubarkan oleh Presiden pada tahun 1960. Tokoh-tokoh Masyumi dituduh Soekarno terlibat dalam pemberomtakan PRRI .
Soekarno kemudian menggagas ide yang ingin menyatukan paham Nasionalisme, Islam dan Komunisme yang terkenal dengan sebutan NASAKOM. Konsep yang jelas mengenai ide ini tak pernah terumuskan. Ide ini mendapat reaksi keras dari umat Islam. Namun secara tidak diduga ide ini didukung oleh NU. Bahkan NU memberikan gelar kepada Soekarno dengan gelar Waliyyul Amri Dharury bisy Syaukah. Pada bulan Mei 1963 NU dan PKI mendukung sepenuhnya pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Sikap akomodatif NU ini, menurut Ensiklopedi Tematis Islam , hanyalah suatu pragmatisme politik. Idham Khalid berpendapat partainya tidak akan turut serta dalam pemerintahan yang merugikan agama.
Peranan partai Islam di masa ini mengalami kemerosotan. Soekarno makin memperlihatkan otoritasnya sebagai penguasa. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginannya. Partai yang mendapat angin waktu itu adalah PKI yang mulai melakukan manuver-manuver politiknya.
Masa Soekarno ini kemudian terkenal dengan masa Demokrasi Terpimpin. Era Soekarno berakhir setelah terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang terkenal dengan G30S PKI. Para Jenderal yang setia kepada Pancasila dibunuh dengan sadis. Soekarno pun dikaitkan dengan dukungannya terhadap G30S. Masa ini kemudian dikenal dengan masa Orde Lama.
B. Islam Masa Orde Baru
Tanggal 10 Januari1966 para mahasiswa turun ke jalan memprotes pemerintah yang makin tidak berpihak kepada rakyat. Mereka melakukan demonstrasi menuntut PKI dibubarkan, mendesak membubarkan kabinet 100 menteri, dan meminta harga-harga diturunkan. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu kemudian dikenal demonstrasi Tritura atau tiga tuntutan rakyat. Sejak ini mulailah era baru yang disebut Orde Baru. Sebelum ini disebut Orde Lama.
Presiden Soekarno di masa ini sudah tidak memiliki kekuatan lagi. Berdasar surat perintah sebelas Maret (Supersemar) dia memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Kepada Soeharto diperintahkan ”untuk menciptakan suasana ketenangan dan keamanan, dan menjamin keselamatan pribadi presiden, yang jelas merasa terancam” . Melalui rapat di MPR Soeharto dipercaya menjadi presiden RI menggantikan Soekarno. Harapan baru umat Islam muncul kembali. Masyumi diusulkan untuk direhabilitasi, namun ditolak oleh pemerintah. Sebagai kompensasinya pemerintah mengizinkan pendirian partai baru untuk menampung para mantan aktivis Masyumi. Nama partai tersebut adalah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dengan pimpinannya Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun.
Satu dengmi satu keinginan umat Islam kandas di tangan Orde Baru. Piagam Jakarta yang diu sulkan untuk dilegalisasi kembali pada sidang MPRS tahun 1968 ditolak. Demikian juga keinginan menyelenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia pada tahun yang sama tidak dikabulkan.
Sikap saling curiga muncul dan merebak, bahkan pemerintah Orde Baru makin memperlihatkan sikap represifnya terhadap kaum Muslimin. Setiap kegiatan dakwah harus meminta izin dari aparat keamanan, setiap organisasi Islam harus mengganti azas organisasinya dengan azas tunggal Pancasila, dan partai yang dibolehkan hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia. Semua pegawai negeri digiring untuk memilih Golongan Karya sehingga selama enam kali pemilihan umum Golkar berhasil memenangkan pemilihan umum. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus-kampus juga dibatasi dengan norma-norma yang menyebabkan mahasiswa hanya memfokuskan hanya pada perkuliahan. Para pendakwah yang dianggap membahayakan penguasa dipenjarakan .
Menurut Din Syamsudin, agenda politik Orde Baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini, menurutnya, didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Dengan mendepolitisasi Islam mereka akan mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka .
Namun walaupun Islam secara politik mendapat tekanan dari berbagai sudut, di pihak lain, secara kultural kebangkitan Islam menyeruak tanpa dapat dibendung. Mungkin ini hikmah dari perlakuan kurang bersahabat pemerintah terhadap umat Islam. Secara fenomenal dakwah Islam menerobos dinding-dinding gedung mewah seperti hotel-hotel berbintang. Gedung-gedung perkantoran modern menyediakan tempat untuk shalat jumat, pengajian-pengajian muncul di kalangan birokrasi pemerintahan, berbagai kegiatan dakwah seperti tablig akbar mendapat sambutan ribuan pengunjung, masjid-masjid bermunculan, seminar-seminar keislaman diadakan di kampus-kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, Trisakti dan UGM, wanita-wanita dari kalangan terpelajar banyak yang mengenakan jilbab di kota-kota besar, buku-buku Islam terbitan baru dengan tampilan menarik diterbitkan secara besar-besaran. Dan pada tingkat ekonomi berhasil didirikan Bank Muamalat yang beroperasi secara syariat Islam. Pada lapisan kaum intelektual didirikan organisasi bernama Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan ketuanya BJ Habibie. Jumlah jamaah haji pun meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 200 ribu jamaah lebih.
Kekuatan Orde Baru semakin nyata berkat dukungan militer. Posisi Presiden Soeharto pun makin kokoh dengan dukungan tentara. Perkembangan kebangkitan Islam pun direspond oleh Soeharto dengan melakukan pendekatan terhadap kalangan Islam. Pendirian Bank Muamalat dan ICMI adalah hal yang didukung penuh oleh Soeharto. Namun di awal tahun 90-an ada wacana yang dimunculkan oleh Amien Rais tentang perlunya regenerasi kepemimpinan nasional. Seperti diketahui bahwa setiap sidang MPR yang menentukan kepemimpinan nasional, pilihan selalu menuju ke diri Soeharto sampai enam kali sampai angin reformasi yang menghendaki pergantian kepemimpinan nasional muncul.
Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia, yang berdampak nilai rupiah makin merosot terhadap dolar, posisi pemerintah di bawah Soeharto mulai disorot oleh rakyat. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran muncul di Jakarta. Demonstrasi yang terjadi setiap hari itu sampai menelan korban yakni tewasnya tiga mahasiswa Universitas Trisakti. Kerusuhan dan penjarahan muncul secara brutal yang berujung pada kejatuhan Soeharto pada bulan Mei 1998. Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden dan digantikan oleh wakilnya yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.
C. Euforia Pasca Jatuhnya Soeharto
Berakhirnya masa kekuasaan Soeharto menandai dimulainya orde reformasi. Maka Habibie mendapat tugas berat menakhodai Indonesia di masa transisi. Langkah-langkah yang mengarah kepada proses demokratisasi pun diambil. Kebebasan pers dijamin, pemberantasan korupsi dilakukan, para pejabat yang diangkat melalui nepotisme diberhentikan, kabinet pun dirombak, sistem politik yang berkaitan dengan penetapan presiden dan para kepala daerah dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Dan yang paling menarik adalah dibukanya kran regulasi politik yang membolehkan didirikannya partai baru.
Situasi ini dimanfaatkan oleh rakyat untuk beramai-ramai mendirikan partai baru. Dan secara fenomenal di masa ini kembali Islam politik mendapat momentumnya untuk bangkit. Sejumlah partai Islam berdiri seperti Partai Keadilan, Partai Bulan Bintang, Partai Masyumi Baru dan Partai Syarikat Islam. Selain itu PPP yang pernah mengganti asas partai dengan Pancasila pun kembali menegaskan asasnya dengan Islam dan mengganti lambang dengan gambar ka’bah .
Partai-partai baru ini selain ada yang secara tegas berasaskan Islam, ada pula yang tidak menegaskan sebagai partai Islam namun konstituennya adalah kalangan Islam seperti Partai Amanat Nasional (PAN) yang digagas oleh Amien Rais, aktivis Muhammadiyah, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digagas oleh Abdurrahman Wahid.
Secara fantastis Pemilu tahun 1999 mengikutsertakan 48 partai yang ditawarkan kepada rakyat untuk dipilih. Dari ke 48 partai itu dapat dikategorikan kepada empat kategori yaitu pertama, partai nasionalis seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP); Kedua, partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan (PK), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Politik Islam Masyumi (PPIM), dan Partai Syarikat Islam; Ketiga, partai nasionalis berbasis Islam, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB); Keempat, partai Kristen; Keempat, partai para buruh seperti Partai Buruh Indonesia.
Seleksi alam menggugurkan satu demi satu partai yang berta rung di kancah pemilu 1999 tersebut. Partai yang di masa Orde Baru diberi kesempatan berlaga, yaitu PPP, Golkar dan PDI (yang kemudian berubah menjadi PDIP), masih mendapat suara signifikan. Namun para pendatang baru yang dianggap oleh rakyat sebagai alternatif pun bermunculan. Terdapat tujuh partai yang memperoleh suara di atas partai-partai lain yaitu PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK.
Di masa keterbukaan ini, harapan akan terjaminnya rasa keamanan, keadilan dan kesejahteraan rakyat mulai berjalan. Kekuasaan represif rezim Orde Baru yang didukung militer mulai hilang. Rakyat mulai berani menyuarakan kepentingannya tanpa rasa takut, sehingga unjuk rasa-unjuk rasa menjadi pemandangan biasa di jalan-jalan.
Masa transisi kepemimpinan Habibie berlangsung satu tahun. Sidang MPR kemudian memilih Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai presiden dan wakil presiden. Namun Wahid pun hanya setahun memimpin karena terkait kasus Bulog yang menyebabkan ia diganti oleh Megawati.
Pemilihan langsung presiden pertama digelar pada tahun 2004. Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla berhasil memperoleh suara terbanyak sehingga ditetapkan sebagai presdien dan wakil presiden mengalahkan pasangan-pasangan lain yaitu Megawati-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Judohusodo, Wiranto-Solahudin Wahid, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Para pengamat politik dunia menilai keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Pemilu secara langsung menempatkan Indonesia sebagai negara demokratis ketiga di dunia setelah Amerika dan India.
D. Islam di Masa Reformasi
Kebebasan yang terbuka lebar di masa ini pun dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menata dirinya, bukan hanya di bidang politik, melainkan juga bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan kehidupan keberagamaan.
Di bidang politik, banyak fenomena menarik tentang menguatnya kebangkitan politik kaum santri. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro Islam semakin tampak terbuka, seperti dicanangkannya program zakat nasional pada tahun 2005 dan penataan madrasah-madrasah di bawah Departemen Agama dengan dukungan dana yang besar.
Ketika Undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) disahkan maka sekarang tidak lagi menjadi tugas DPRD untuk menentukan gubernur dan bupati/walikota. Maka berlangsunglah pesta demokrasi tingkat daerah yang memunculkan calon-calon pemimpin baru. Yang menarik dari hasil pilkada, secara tidak terduga, terdapat pemimpin baru yang terpilih dari kalangan santri. Terpilihnya Ahmad Heriawan dan Dede Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat pada 2008 sangat mencengangkan banyak orang. Mereka adalah calon dari partai Islam yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan partai berberbasis massa Islam, Partai Amanat Nasional. Demikian juga calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara yang diusung PKS memenangkan Pilkada Sumut tidak lama setelah berlangsung Pilkada Jawa Barat.
Di bidang ekonomi, kaum Muslimin sudah memiliki bank yang beroperasi secara Islami, yaitu Bank Muamalat yang sudah dirintis sejak zaman Orde Baru. Karena minat umat Islam yang begitu besar akan beroperasinya bank Islam maka para bankir pun memanfaatkan momentum ini. Para pengusaha bank berusaha untuk mengkonversi sistem perbankan dari konvensional ke perbankan syariah. Banyak bank yang tadinya hanya beroperasi secara konvensional mulai membuka sistem syariah. Dimulai oleh Bank Syariah Mandiri, kemudian disusul oleh Bank BNI Syariah, IFI Syariah, BUKOPIN Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BII Syariah, Permata Syariah, dan bahkan bank asing seperti HSBC.
Fenomena ini mendorong pihak Bank Indonesia (BI) untuk membuka divisi perbankan syariah untuk melakukan pembinaan dan regulasi. Jabatan pembina bank syariah di BI pun ditingkatkan dari setingkat divisi menjadi direktorat, seiring dengan menjamurnya bank-bank syariah baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal dengan munculnya bank-bank perkreditan syariah.
Kebutuhan akan tenaga sumber daya manusia yang ahli di bidang perbankan syariah secara otomatis disambut oleh kalangan perguruan tinggi untuk membuka jurusan ekonomi Islam. Maka perguruan tinggi Islam, baik negeri maupun swasta, ramai-ramai membuka jurusan ekonomi Islam. Namun kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh kalangan perguruan tinggi umum untuk membuka jurusan ekonomi syariah. Maka UI, UGM, Trisakti dan IPB pun membuka program ekonomi Islam, tidak hanya di strata sarjana melainkan juga pascasarjana.
Pendidikan Islam juga memunculkan fenomena yang menarik. Di level pendidikan dasar dan menengah, muncul fenomena sekolah terpadu, yaitu Sekolah dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) dan Sekolah Menengah Islam Atas Terpadu (SMAIT).
Kehadiran sekolah terpadu ini ternyata menarik minat kalangan masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya. Sistem sekolah ini pada intinya memadukan pendidikan umum dan agama bukan hanya pada tingkat teoritis melainkan sampai pada tingkat praktik. Anak-anak diwajibkanuntuk mempraktekkan shalat berjamaah di masjid sekolah. Bahkan bukan hanya shalat wajib, sekolah ini pun mengharuskan mereka untuk shalat sunat seperti dhuha dan rawatib. Di bidang bacaan Quran, sistem SIT menekankan kefasihan dan hafalan Quran anak didik.
Animo masyarakat memasukkan anaknya ke sekolah terpadu bisa menjadi faktor terbukanya kesadaran akan pentingnya ajaran Islam bagi anak-anak mereka.
Di pihak lain muncul fenomena lain yaitu sekolah-sekolah berasrama atau yang populer disebut Boarding School. Sekolah ini sebenarnya sekolah umum, hanya siswanya diwajibkan tinggal di asrama untuk mengikuti pembinaan kepribadian yang menunjang tujuan sekolah. Sekalipun model sekolah ini menyerupai pesantren, namun tidak ada pelajaran mengaji kitab kuning atau kewajiban berbahasa Arab di lingkungan asrama. Beberapa nama sekolah yang menerapkan model ini adalah SMA Madania, SMA Dwiwarna, keduanya di Parung, Bogor; SMA al-Muthahhari Bandung, dan International Islamic Boarding School (IIBS) Cikarang.
Di level kehidupan keberagamaan masyarakat terjadi perkembangan yang juga menarik untuk diamati, seperti menjamurnya travel-travel haji dan umroh untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak naik haji dan umroh. Jumlah jamaah haji terus meningkat mencapai lebih dari 220 ribu jamaah. Pengajian-pengajian dan training-training Islam dibanjiri pengunjung seiring dengan bermunculannya da’i-da’i muda yang menarik dalam menuturkan materi dakwahnya.
Majelis-majelis ta’lim yang menampilkan juru-juru dakwah yang populer dan menyejukkan bermunculan dan diminati kaum Muslim perkotaan. Dalam kaitan ini masing-masing majelis pengajian memiliki nama yang menjadi semacam ”trade mark” seperti Manajemen Qalbu yang dipelopori oleh Abdullah Gymnastiar, Majelis Zikir yang dipelopori oleh Arifin Ilham, dan Wisata Hati yang diasuh oleh Yusuf Mansyur. Juru dakwah yang lebih dahulu menyemarakkan tablig-tablig akbar adalah Zainuddin MZ, yang mendapat julukan ”da’i sejuta ummat”. Namun seiring dengan perannya di partai politik, namanya perlahan-lahan tidak lagi populer.
Di kalangan eksekutif, kebangkitan keagamaan juga makin meluas. Hampir tidak ada satu pun gedung pencakar langit di kota besar seperti Jakarta yang tidak memiliki fasilitas shalat jumat. Hotel-hotel berbintang berlomba-lomba menyediakan tempat untuk shalat tarawih yang diisi ceramah agama. Para artis banyak yang mengenakan busana yang menutupi aurat di samping melaksanakan umroh dalam mengisi liburan mereka.
Training-training motivasi juga diminati kaum menengah dan eksekutif. Dalam hal ini yang menonjol adalah training ESQ (Emotional, Spiritual Quotient) yang dipelopori oleh Ary Ginanjar Agustian. Sekalipun, untuk mengikuti training ini harus membayar jutaan rupiah namun tetap saja diminati kalangan eksekutif dan kalangan Islam kota. Bahkan di tahun 2006 ESQ sudah dilaksanakan di luar negeri seperti Malaysia dan Brunei. Training ESQ sebenarnya lebih banyak muatan keislamannya namun dikemas secara menarik melalui pendekatan sains modern mutakhir dan teknologi multimedia serta musikalisasi yang mengundang sentuhan emosi para pesertanya. Selain kaum profesional dan eksekutif, ESQ juga menyediakan training untuk mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga dan anak-anak.
Acara-acara dakwah pun menjamur di televisi, terutama pada waktu datangnya bulan Ramadhan. Pada bulan ini acara dakwah diadakan menjelang dan sesudah berbuka puasa serta menjelang dan setelah santap sahur. Cerita-cerita film di televisi pun memunculkan kisah-kisah Islami yang tidak ditemui di masa-masa sebelumnya.
Pendek kata, syiar Islam di masa ini tampak semarak menembus ruang-ruang kehidupan masyarakat. Dalam mengekspresikan pendapat, gagasan, pikiran dan cita-citanya, masyarakat tidak lagi dihantui perasaan takut, seperti di masa Orde Baru. Gagasan-gagasan provokatif, bernuansa politis, sekalipun, tidak mendapat teguran atau larangan dari pemerintah. Bahkan negara, secara legal formal, telah mengesahkan wilayah Provinsi Aceh, yang kemudian berubah nama menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebagai wilayah yang diberi otonomi penerapan syariat Islam. Kasus-kasus pelanggaran pidana yang dilakukan warga diputuskan melalui peradilan syariat .
Di antara sebagian masyarakat ada yang secara demonstratif dan provokatif mengkampanyekan diterapkannya syariat Islam di negara RI , bahkan ada juga di antara mereka yang ingin membangun negara dengan sistem khilafah yang berdimensi universal di seluruh dunia .
Perkembangan Islam dan kehidupan umat Islam di Indonesia akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Banyaknya kaum muda Islam terpelajar yang bergelar sarjana, magister dan doktor tampaknya membawa angin segar bagi perkembangan baru Islam Indonesia di masa depan.
Beberapa pendapat yang dilontarkan para pakar dan pemikir Islam dunia memprediksi bahwa kebangkitan Islam akan muncul di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Apakah itu mitos atau realitas, hanya waktu yang akan menjawabnya.
ONTOLOGI
Ontologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos berarti yang berada
(being) dan Logos berarti pikiran (logic). Jadi, Ontologi berarti ilmu yang
membahas tentang hakiket sesuatu yang ada/berada atau dengan kata lain
artinya ilmu yang mempelajari tentang “yang ada” atau dapat dikatakan
berwujud dan berdasarkan pada logika. Sedangkan, menurut istilah
adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun
secara rohani. Disis lain, ontologi filsafat adalah cabang filsafat yang
membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari sesuatu yang
ada.
Objek
kajian Ontologi disebut “ Ada” maksudnya berupa benda yang terdiri dari
alam , manusia individu, umum, terbatas dan tidak terbatas (jiwa). Di
dalam ontologi juga terdapat aliran yaitu aliran monoisme yaitu
segala sesuatu yang ada berasal dari satu sumber (1 hakekat).
Dalam
aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan – pernyataan
dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan
Metafisika. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang menyelidiki gerakan
atau perubahan yang berkaitan dengan yang ada (being).
Dalam
hal ini, aspek Ontologi menguak beberapa hal, diantaranya:
- Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
- Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
- Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Aspek
ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara :
- Metodis : menggunakan cara ilmiah.
- Sistematis :saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu keseluruhan.
- Koheren : Unsur – unsur harus bertautan tidak boleh
mengandung
uraian yang bertentangan.
- Rasional : Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis)
- Komprehensif : Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan.
- Radikal : Diuraikan sampai akar persoalan, atau esensinya.
- Universal : Muatan kebenaranya sampai tingkat umum yang berlaku dimana saja.
Hakikat
dari Ontologi Ilmu Pengetahuan
- Ilmu berasal dari riset (penelitian)
- Tidak ada konsep wahyu
- Adanya konsep pengetahuan empiris
- Pengetahuan rasional, bukan keyakinan
- Pengetahuan metodologis
- Pengetahuan observatif
- Menghargai asas verifikasi (pembuktian)
- Menghargai asas skeptisisme yang redikal.
Jadi,
Ontologi pengetahuan filsafat adalah ilmu yang mempelajari suatu yang ada atau
berwujud berdasarkan logika sehigga dapat diterima oleh banyak orang yang
bersifat rasional dapat difikirkan dan sudah terbukti keabsahaanya.
EPISTIMOLOGI
Secara
etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan
demikian epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenahi
pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan
yang benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas
atau kebenaran pengetahuan.
Istilah
epistimologi dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere untuk membedakannya dengan
cabang filsafat lain yaitu ontologi (metafisika umum). Filsafat pengetahuan
(Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan masalah
hakikat pengetahuan. Epistomogi merupakan bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal mula
pengetahuan, batas – batas, sifat sifat dan kesahihan pengetahuan. Objeck material
epistimologi adalah pengetahuan . Objek formal epistemologi adalah hakekat
pengetahuan.
- Logika Material adalah usaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran di tinjau dari segi isinya. Lawannya adalah logika formal (menyelidiki bentuk pemikiran yang masuk akal). Apabila logika formal bersangkutan dengan bentuk-bentuk pemikiran, maka logika material bersangkutan dengan isi pemikiran. Dengan kata lain, apabila logika formal yang biasanya disebut istilah’logika’berusaha untuk menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal, maka logika material berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran ditinjau dari segi isinya. Maka dapat disimpulkan bahwa logika formal bersangkutan dengan masalah kebenaran formal sering disebut keabsahan (jalan) pemikiran. Sedangkan logika material bersangkutan dengan kebenaran materiil yang sering juga disebut sebagai kebenaran autentik atau otentisitas isi pemikiran.
- Kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran. Ukuran yang dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran tentang kebenaran.
- Kritika Pengetahuan adalah pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam, berusaha menentukan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan manusia.
- Gnoseologia (gnosis = keilahian, logos = ilmu pengetahuan) adalah ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenahi pengetahuan yang bersifat keilahian.
- Filsafat pengetahuan menjelaskan tentang ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus akan memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan. J.A.Niels Mulder menjelaskan bahwa epistimologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Abbas Hamami Mintarejo berpendapat bahwa epistemologi adlah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
Epistimologi
adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan
pengetahuan. Jadi, objek material epistimologi adalah pengetahuan, sedangkan
objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.
Aspek
estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek
ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa
pengetahuan tersebut. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika,
yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
- Analogi dalam ilmu bahasa adalah persaaman antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk – bentuk yang lain.
- Silogisme adalah penarikan kesimpilan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang di sediakan sekaligus.
- Premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
- Premis Minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil – dalilnya.
Dalam
epistimologi dikenal dengan 2 aliran, yaitu:
- Rasionalisme : Pentingnya akal yang menentukan hasil/keputusan.
- Empirisme : Realita kebenaran terletak pada benda kongrit yang dapat diindra karena ilmu atau pengalam impiris.
AKSIOLOGI
Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti
nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat
ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk
pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan
nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksioloagi
adalah ilmu yang membecirakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula karena akhir-akhir ini banyak sekali
yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan dijalan yang tidak
benar.
Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan bencana. Dalam
aksiologi ada dua penilaian yang umum digunakan yaitu:
- Etika
Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilkau, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa sokrates dan para kaum
shopis.disitu dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagainya. Etika sendiri dalam buku etika dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suzeno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan
diatas adalah norma adat, wejangan dan adatistiadat manusia. Berbeda dengan
norma itu sendiri etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan
larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang
ia lakukan.
Di
dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggungjawab, baik
tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan
sebagai sang pencipta. Dalam perkembangan sejarah etika ada 4 teori etika
sebagai sistem filsafat moral yaitu hedonism, eudemonisme, utiliterisme dan
deontologi. Hedoisme adalah pandangan moral yang menyamakan baik menurut
pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan
manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari amnesia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Selanjutnya
utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah illahi atau melindungi
apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi adalah pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa
disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia
apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
- Estetika
Estetika
merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.
Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur
yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat
selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kulaitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasakn
kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita
mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan
perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai
sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Aksiologi
berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak
dapat dibantak lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal
ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. suriasumantri
yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan
berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi
malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bissa mengatakan bahwa
itu merupakan kesalahan ilmu, karena itu sendiri ilmu merupakan alat bagi
manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagipula ilmu memiliki sifat
netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik
dalam menggunakannya. Nilai kegunaan ilmu untuk mengetahui kegunaan filsafat
ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan
melihat filsafat sebagai tiga hal yaitu:
- Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami mereaksi dunia pemikiran.
Jika
seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
- Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat
dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
- Filsafat sebagi metodologi dalam memecahkan masalah
Dalam
hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu,
setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan
akan dijalani lebih enak bila masalah-masalah itu dapat diselesaikan. Ada
banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang
paling rumit. Bila cara yang diguna amat sederhana maka biasanya masalah tidak
terselessaikan secara tuntas. Penyelesaian secara detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai
itu bersifat objektif tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakuakn
penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam member penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penialian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana
dengan objektifitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang
membedakan anatara pernyataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada
objektivitasnya. Seorang ilmuwan harus melihat realitas empiris dengan
mengesampingkan kesadaran yang bersifat ideologis, agama dan budaya. Seorang
ilmuan haruslah bebas dalam mennetukan topic penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan
baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terkait pada
nilai subjektif
RASIONALISME
Dalam pembahasan tentang suatu teori
pengetahuan, maka Rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting.
Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya
ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya
akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik
misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya.
Paham ini beranggapan, ada
prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusi. Dari
prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia.
Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak dijabarkan
dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip ini.
Prinsip-prinsip tadi oleh Descartes
kemudian dikenal dengan istilah substansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang
sudah ada dalam jiwa sebagai kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi. Ada tiga
ide bawaan yang diajarkan Descartes, yaitu:
- Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berpikir, maka harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
- Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya.
- Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.
Sementara itu menurut logika Leibniz
yang dimulai dari suatu prinsip rasional, yaitu dasar pikiran yang jika
diterapkan dengan tepat akan cukup menentukan struktur realitas yang mendasar.
Leibniz mengajarkan bahwa ilmu alam adalah perwujudan dunia yang
matematis. Dunia yang nyata ini hanya dapat dikenal melaui penerapan
dasar-dasar pemikiran. Tanpa itu manusia tidak dapat melakukan penyelidikan
ilmiah. Teori ini berkaitan dengan dasar pemikiran epistimologis Leibniz, yaitu
kebenaran pasti/kebenaran logis dan kebenaran fakta/kebenaran pengalaman. Atas
dasar inilah yang kemudian Leibniz membedakan dua jenis pengetahuan. Pertama;
pengetahuan yang menaruh perhatian pada kebenaran abadi, yaitu kebenaran logis.
Kedua; pengetahuan yang didasari oleh observasi atau pengamatan,
hasilnya disebut dengan “kebenaran fakta”.
Paham Rasionalisme ini beranggapan
bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa
rasio maka mustahil manusia itu dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio
itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan.
Dan manusia yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak
manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan menentukan tindakannya.
Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai
dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.
Namun demikian, rasio juga tidak
bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata. Sehingga proses pemerolehan
pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam
berbagai pengalaman empirisnya. Maka dengan demikian, seperti yang telah
disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia ditentukan seberapa banyak
rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas
sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempunaan.
Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag menulis
dalam bukunya Filsafat
Pendidikan yaitu “Kualitas rasio manusia ini tergantung kepada penyediaan
kondisi yang memungkinkan berkembangnya rasio kearah yang memedai untuk
menelaah berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan”
Dalam hal ini penulis memahami yang dimaksud penyedian kondisi diatas ialah
menciptakan sebuah lingkungan positif yang memungkinkan manusia terangsang
untuk berpikir dan menelaah berbagai masalah yang nantinya memungkinkan ia
menuju penyempunaan dan kemajuan diri.
Karena pengembangan rasionalitas
manusi sangat bergantung kepada pendyagunaan maksimal unsur ruhaniah individu
yang sangat tergantung kepada proses psikologis yang lebih mendalam sebagai
proses mental, maka untuk mengembangkan sumber daya manuia menurut aliran
rasionalisme ialah dengan pendekatan mental disiplin, yaitu dengan melatih pola
dan sistematika berpikir seseorang melalui tata logika yang tersistematisasi
sedemikian rupa sehingga ia mampu menghubungkan berbagai data dan fakta yang
ada dalam keseluruhan realitas melalui uji tata pikir logis-sistematis menuju
pengambilan kesimpulan yang baik pula.
EMPIRISME
Secara epistimologi, istilah
empirisme barasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman.
Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke, Berkeley, dan yang terpenting
adalah David Hume.
Berbeda dengan rasionalisme yang
memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme
memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah
maupun pengalaman batiniyah.
Thomas Hobbes menganggap bahwa
pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual
tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu penggabungan data-data
inderawi yang sama, dengan cara yang berlainan. Dunia dan materi adalah objek
pengenalan yang merupakan sistem materi dan merupakan suatu proses yang
berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum mekanisme. Atas pandangan ini,
ajaran Hobbes merupakan sistem materialistis pertama dalam sejarah filsafat
modern.
Prinsip-prinsip dan metode empirisme
pertama kali diterapkan oleh Jhon Locke, penerapan tersebut terhadap
masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan, langkah yang utama adalah Locke
berusaha menggabungkan teori emperisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan
Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Penggabungan ini justru
menguntungkan empirisme. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai ide-ide
dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia,
segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Menurutnya
akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa
memperolah pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak lain hanyalah seperti
kertas putih yang kosong, ia hanyalah menerima segala sesuatu yang datang dari
pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan
akali, satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena adanya
pengalaman lahiriah dan karena pengalaman bathiniyah. Pengalaman lahiriah
adalah berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kita. Sementara pengalahan
bathinyah berkaitan dengan hal-hal yang ada dalam diri/psikis manusia itu
sendiri.
Sementara menuru David Hume bahwa
seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”.
Menurut Hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu: kesan-kesan dan gagasan.
Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya
kuat dan hidup. Sementara gagasan adalah persepsi yang berisi gambaran kabur
tentang kesan-kesan. Gagasan bisa diartikan dengan cerminan dari kesan.
Contohnya, jika saya melihat sebuah “rumah”, maka punya kesan tertentu tentang
apa yang saya lihat (rumah), jika saya memikirkan sebuah rumah maka pada saat
itu saya sedang memanggil suatu gagasan. Menurut Hume jika sesorang akan diberi
gagasan tentang “apel” maka terlebih dahulu ia harus punya kesan tentang “apel”
atau ia harus terlebih dahulu mengenal objek “apel”. Jadi menurut Hume jika
seandainya manusia itu tidak memiliki alat untuk menemukan pengalaman itu buta
dan tuli misalnya, maka manusia itu tidak akan dapat memperoleh kesan bahkan
gagasan sekalipun. Dalam artian ia tidak bisa memperoleh ilmu pengetahuan.
Eksistensialisme
merupakan suatu aliran filsafat yang lahir untuk menentang zamannya. Ia lahir
sebagai reaksi terhadap cara berfikir yang telah ada seperti materialisme dan
idealisme dan barangkali juga kekecewaan terhadap agama (Kristen). Hal ini
terjadi akibat perang dunia, baik yang pertama maupun yang ke dua.
Eksistensialisme
menentang ajaran materialisme setelah memperhatikan manusia sedalam – dalamnya.
Materialisme mengajarkan manusia pada prinsipnya hanya benda sebagai akibat
dari proses unsur – unsur kimia, manusia sama saja dengan benda lain seperti
kerbau, pohon dan sebagainya. Tidak berbeda sama sekali antara keduanya
sekalipun ada kelebihan manusia apabila diperhatikan bentuknya.1
Eksistensialisme terus menentang materialisme yang mengajarkan manusia pada
dasarnya seperti benda lain dan menurut materialisme manusia akan kembali
kepada asal dari percampuran unsur – unsur kimia dalam tanah seperti semula.
Dengan
demikian, materialisme melupakan usaha atau cara manusia berada di dunia karena
kenyataannya manusia berjuang menghadapi dunia. Manusia tidak semata-mata ada
di dalam dunia, tetapi ia sadar, hidup dan mengalami adanya. Dunia dihadapi
manusia dengan memahami arti dan guna dari semua benda sehingga ia mengerti apa
yang ada di hadapannya. Manusia adalah subjek yang sadar.
Oleh
karena itu, kesalahan yang ditentang oleh eksistensialisme karena materialisme
memandang manusia sebagai materi semata-mata tanpa memperhatikan unsur lain.
Materialisme melupakan unsur potensi batiniah, rohaniah dari manusia. Padahal
manusia mempunyai kesadaran dan pikiran yang dimiliki dari asal kejadiannya.
Eksistensialisme
juga menentang ajaran idealisme, sanggahan eksistensialisme terhadap idealisme
bahwa idealisme memandang manusia hanya sebagai subjek dan akhirnya hanya
sebagai kesadaran. Idealisme lupa bahwa manusia hanya bisa berdiri sebagai
manusia karena bersatu dengan realitas di sekitarnya.2
Dengan
demikian, kesalahan idealisme ialah mendudukkan manusia sebagai subjek
semata-mata, sedang materialisme memandang manusia sebagai objek. Idealisme
menafikan suatu kenyataan bahwa manusia hanya dapat berfungsi sebagai subjek
karena ada objek dan materialisme lupa bahwa segala sesuatu menjadi objek
karena ada subjek.
Dengan
demikian, keduanya hanya mengutamakan satu apsek dari manusia untuk menunjukkan
keseluruhan manusia itu sendiri. Materialisme mengemukakan segi jasmaniahnya
saja, sedangkan idealisme memandang perwujudan manusia itu hanya sebagai yang
berfikir. Untuk itu, eksistensialisme mengemukakan keber”ada”an manusia.
B.
Makna Eksistensi
Pada
umumnya, kata eksistensi berarti keberadaan, tetapi di dalam filsafat
eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus. Eksistensi
adalah cara manusia berada di dalam dunia. Cara manusia berada di dalam dunia
berbeda dengan cara berada benda – benda. Benda – benda tidak sadar akan
keberadaannya, juga yang satu berada di samping yang lain, tanpa hubungan.
Tidak demikianlah cara manusia berada. Manusia berada bersama dengan
benda-benda itu. Benda-benda itu menjadi berarti karena manusia. Di samping
itu, manusia berada bersama – sama dengan sesama manusia. Untuk membedakan dua
cara berada ini, di dalam filsafat eksistensialisme dikatakan bahwa benda –
benda “berada” sedang manusia “bereksistensi”.3 Oleh karenanya,
hanya manusialah yang bereksistensi.
Adapun
kata eksistensi adalah berasal dari kata “ex” berarti keluar, dan
“sistensi” yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan).
Oleh karena itu, kata eksistensi diartikan: manusia berdiri sebagai diri
sendiri, dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.4
Ini
berarti bahwa eksistensi bermakna manusia itu mengalami dirinya sendiri dengan
mengalami barang lain, barulah bereksistensi. Dalam hal ini, ada hubungan
permanen dan ketat antara subjek dengan objek. Manusia tidak memisahkan diri
dari dunia luar karena ada dunia luar, maka subjek berbuat, memberi arti
sehingga objek dapat berarti karena dimengerti oleh subjek. Oleh karena dunia
luar itulah, maka manusia berbuat ini dan itu, kemudian orang lain
mengetahuinya. Kata Drijarkara berada dengan menempat sama dengan berada ke
luar dari dirinya sendiri, maka manusia menduduki diri sendiri dan berada dalam
dirinya sendiri sebab dia berkata “Aku”. Dia mengalami diri sendiri dan sebagai
diri sendiri.5 Ia mengalami dirinya sebagai pribadi. Ia menggunakan
benda – benda yang ada di sekitarnya. Dengan kesibukannya itu, ia menemukan
dirinya sendiri. Demikianlah ia bereksistensi.
C. Ajaran Filsafat Eksistensialisme
Ajaran
eksistensialisme tidak hanya satu. Sebenarnya eksistensialisme adalah suatu
aliran filsafat yang bersifat teknis, yang menjelma dalam bermacam – macam
sistem yang satu berbeda dengan yang lain. Sekalipun demikian, sistem – sistem
itu dapat dicap sebagai filsafat eksistensialisme.
Beberapa ciri yang dimiliki bersama
di antaranya adalah:
1.
Motif pokok adalah eksistensi yaitu
cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Pusat pernatian
adalah pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis.
2.
Bereksistensi harus diartikan secara
dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat,
menjadi, dan merencanakan. Setiap saat, manusia menjadi lebih atau kurang dari
dirinya.
3.
Filsafat eksistensialisme memandang
manusia sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai dan masih
harus dibentuk. Pada hakikatnya, manusia terikat kepada dunia sekitarnya.
4.
Tekanan filsafat eksistensialisme
adalah kepada pengalaman yang kongkret, yakni pengalaman yang eksistensial.6
Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa pangkal tolak filsafat eksistensialisme ialah eksistensi.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan peristiwa yang
azasi. Manusia menjadi sadar agar bisa berbuat, dan berbuat bertujuan dalam
berbuat dia menyempurnakan dirinya. Adapun mazhab atau aliran di dalam filsafat
eksistensialisme adalah:
1.
Eksistensialisme Teistis
Eksistensialisme
teistis diwakili oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Seorang tokoh yang
dianggap sebagai Bapak eksistensialisme. Ia berasal dari Denmark. Ajarannya
mengandung harapan (optimistis) untuk hidup di dunia ini. Ia percaya bahwa ada
cahaya dalam kegelapan. Ia juga berpendapat bahwa eksistensi manusia ialah
manusia merasa bersalah terhadap Tuhan.7 Adapun eksistensialisme
manusia adalah hidup, ketakutan, harapan, putus asa dan mati, yang kesemuanya
itu menjadi pemikiran Kierkegaard.8 Akan tetapi, dalam situasi
demikian, percaya kepada Tuhan dapat menolong mengatasi ketakutan dan putus asa
yang disebabkan oleh kedosaan. Di samping adanya kepercayaan demikian harus
pula disertai segala kesungguhan sebagai eksistensi yang harus menghadapi
realitas. Manusia harus berbuat, bertindak dan bereksistensi demi kebebasan
dalam keterbatasan dengan adanya mati. Kierkegaard berpendapat pula bahwa hanya
manusia yang bereksistensi; yang bereksistensi setiap saat. Bereksistensi ialah
bertindak.9
Manusia
bukan saja individu di hadapan dirinya, tetapi juga individu di hadapan Tuhan.10
Dari ajaran tersebut sehingga dikatakan bahwa Kierkegaard memandang manusia
dalam gerak vertikal yang pada akhirnya ke Tuhan.11
Kierkegaard mengemukakan pula
tentang stadium hidup manusia yang dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stadium
estetis, etis, dan religius.
a.
Stadium estetis ialah orang yang
berpikir tanpa gerak. Ia dapat memikirkan segala sesuatu, tapi ia sendiri ada
di luar yang dipikirkan itu. Ia tidak menyelaminya malahan tidak menyentuhnya,
artinya hanya berpikir untuk berpikir. Kierkegaard benci terhadap eksistensi
yang sekadar terletak pada taraf estetis.
b.
Stadium etis ialah orang berpikir
memusatkan ke dalam dirinya, tak ada soal lain baginya daripada kesalahan atau
kedosaannya sendiri. Kesungguhan dipandangnya sebagai hal yang tidak
menyenangkan, melainkan sebagai batin sendiri yang harus diubahnya. Renungannya
berpuncak pada tindakan etis, tapi tidak memperlakukan diri sendiri untuk
diubah. Dalam stadium ini, orang belum meninggalkan yang umum karena ia mencari
ukuran tingkah laku yang umum.
c.
Stadium religius. Pada stadium
ketiga ini diputuskanlah segala ikatan umum. Muncul manusia sebagai subjek yang
individual dalam hubungannya dengan yang kongkret yaitu Tuhan yang kongkret dan
sungguh ada. Minatnya tidak lagi pada diri sendiri, tapi pada Tuhan. Tuhan yang
hidup sebagai manusia dalam waktu, tapi berhubungan juga dengan keabadian.
Adapun hasilnya ialah perubahan manusia karena imannya. Di situlah ia
mengetahui eksistensinya.12
2.
Eksistensialisme Ateistis
Jean Paul
Sartre dianggap sebagai tokoh eksistensialisme ateistis. Ia seorang filsuf
Perancis yang lahir pada tahun 1905. Azas pertama ajarannya ialah eksistensi
adalah keterbukaan. Manusia tidak lain cara ia menjadikan dirinya. Ini berarti
manusia harus dihadapi sebagai subjek, artinya manusia tidak akan selesai
dengan ikhtiarnya. Manusia tidak lain adalah tindakannya sendiri.
Menurut
Sartre, apapun eksistensi manusia, ia sendiri yang bertanggung jawab karena ia
dapat memilih yang baik dan yang kurang baik baginya. Oleh sebab itu, ia tidak
dapat mempermasalahkan orang lain, apalagi akan menggantungkan diri kepada
Tuhan.13 Pertanggungjawaban tersebut didasarkan atas suatu
perhitungan bahwa apa yang dilakukan manusia akan diperbuat pula oleh orang
lain. Perbuatan manusia yang telah dipertimbangkan masak – masak merupakan
gambaran manusia yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat digambarkan betapa
besar beban manusia terhadap seluruh manusia pada umumnya.
Sartre
memandang bahwa apa saja yang dibuat manusia mempunyai tujuan dan arti
tertentu. Manusia hidup dalam buatan manusia sendiri. Manusia menjalankan
eksistensi manusia dalam alam buatan manusia sendiri. Manusia dapat menembus
konstruksi dan mendobrak alam konstruksi. Ia berpandangan bahwa dalam hidup ini
tidak ada norma, semua serba tidak menentu. Oleh karena itu, manusia mengalami
kesepian yang dapat membawa kepada keputusasaan.14
Sartre
mengajarkan pula tentang kesadaran. Sadar, berarti sadar terhadap sesuatu,
sesuatu di luar dirinya. Di sini berarti antara bahwa diri seseorang dengan
sesuatu yang lain, ada hubungan dan ada komunikasi. Pendapat Sartre lebih
lanjut bahwa adanya hubungan dengan sesuatu yang di luar, berarti meniadakan
sesuatu. Maknanya, orang yang sadar tidak identik dengan dirinya sendiri, dia
bukanlah ia.
Dia yang sadar tentang dirinya
selalu berbuat terus untuk mengubah dirinya. Dia selalu dalam peralihan dan
peniadaan itu berjalan terus-menerus.15
Ajaran sentral Sartre ialah kemerdekaan karena
kemerdekaan itu sendiri milik manusia yang azasi. Tanpa kemerdekaan, manusia
tidak ada artinya lagi. Hal itu menurut Sartre tidak ada determinasi. Sekalipun
orang dipaksa, didorong atau ditarik umpamanya, manusia tetap mempunyai sikap,
mau atau tidak mau, maka kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya tetap ada.
Manusia
mempunyai kemerdekaan untuk bertindak dan berbuat. Kemerdekaan adalah mutlak.
Kemerdekaan tidak dapat disempitkan maknanya bagi manusia, sekalipun maut
merupakan batas dari kebebasan. Menurut Sartre, batas itu di luar eksistensi
manusia. Maut tidak mempunyai arti apa-apa dalam hubungannya dengan eksistensi
manusia.16
2.2 Pragmatisme
A. Pengertian dan Latar Belakang
Sejarah Pragmatisme
Istilah Pragmatisme berasal
dari kata Yunani pragma yang berarti
perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini yaitu berarti aliran
atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang
menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Yaitu aliran filsafat yang
mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan melihat kepada akibat – akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif
dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari
pengetahuan kepada individu – individu.
B. Perkembangan Pragmatisme di
Amerika
Pragmatisme di Amerika secara garis besar berkembang melalui
tiga tokoh besarnya yaitu :
1. Charles Sandre Peirce (1839-1914 M)
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa,
sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada
kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan
suatu filsafat, bukan metafisika dan bukan teori kebenaran melainkan suatu
teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua pernyataan
itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa pragmatisme tidak hanya sekedar
ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari
kebenaran belaka juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat
dibalik realitas tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu
praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2. William James (1842-1910 M)
William selain menamakan filsafatnya
dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme radikal”. Sedangkan
empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur
alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The
Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala
akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang
dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman
berikutnya.
3.
John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun
menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey
adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta
aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis dan tidak ada faedahnya.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis dan tidak ada faedahnya.
Secara teoretis, gerakan pragmatisme berawal dari upaya
formulasi yang dilakukan oleh Charles Sanders Peirce meskipun kemudian
pragmatisme dikembangkan oleh William James. Secara metodologis, pragmatisme
akhirnya berhasil diserap oleh bidang-bidang kehidupan sehari-hari Amerika
Serikat berkat kerja keras John Dewey. Dewey memusatkan perhatiaanya pada
masalah-masalah yang menyangkut etika, pemikiran sosial dan pendidikan. Memang
ada begitu banyak pandangan-pandangan para filsuf yang berhubungan dengan
bidang pragmatisme ini, akan tetapi ketiga tokoh di atas yang populer dan
banyak dibicarakan dalam pengembangan pragmatisme. Peirce dipandang sebagai
penggagas pragmatisme, James sebagai pengembangnya dan Dewey sebagai orang yang
menerapkan pragmatisme dalam pelbagai bidang kehidupan.
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat
yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan.[1]
Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan.[1]
Metode
yang dilakukan adalah dengan menganalisis secara kritis struktur dan manfaat
pendidikan.[1]
Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan.[2]
Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi antara pendidik dan
peserta didik dalam pembelajaran.[3]
Salah satu yang sering dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuh
aspek pengalaman.[4]
Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan
pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek
pendidikan yang lain.[5]
Suasan belajar di kelas menjadi
objek penting filsafat pendidikan
Daftar isi
- 1 Pengertian Filsafat Pendidikan
- 2 Manfaat Filsafat Pendidikan
- 3 Objek Kajian Filsafat Pendidikan
- 4 Rujukan
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Filsafat dan pendidikan sebenarnya
adalah dua istilah yang mempunyai makna sendiri.[2]
Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus.[2]
Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum.[2]
Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji,
baik secara Ontologis, Epistemologis, maupun Aksiologis.
[2]
Ada banyak definisi mengenai filsafat pendidikan tetapi akhirnya semua
mengatakan dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka
menyelesaikan permasalahan pendidikan.[2]
Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode pendidikan untuk menentukan
gerak semua aktivitas pendidikan.[2]
Manfaat
Filsafat Pendidikan
Pendidikan dapat dibedakan menjadi
dua wilayah yaitu humanisme dan akademik.[2]
Sisi humanisme mengembangkan manusia dari segi keterampilan dan praktik hidup.[2]
Sementara aspek akademik menekankan nilai kognitif dan ilmu murni.[2]
Keduanya merupakan aspek penting yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan.[2]
Filsafat pendidikan berperan untuk terus menganalisis dan mengkritisi aspek
akademik dan humanis demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang.[2]
Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan
demi perkembangan pendidikan yang mencetak manusia handal.[2]
Objek
Kajian Filsafat Pendidikan
- Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan.[2]
- Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan memengaruhi tatanan hidup suatu masyarakat.[2]
- Tujuan pendidikan sebagai arah pengembangan model pendidikan.[2]
- Relasi antara pendidik dan peserta didik sebagai subjek dan subjek.[2]
- Pemahaman dan pelaksanaan kurikulum dalam pendidikan.[2]
- Metode dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik.[2]
- Hubungan antara lembaga pendidikan dengan tatanan masyarakat dan organisasi serta situasi sosial sekitar.[2]
- Nilai dan pengetahuan sebagai aspek penting dalam pengajaran.[2]
- Kaitan antara pendidikan dengan kelas sosial dan kenaikan taraf hidup masyarakat.[2]
- Aliran-aliran filsafat yang dapat memberikan solusi atas masalah pendidikan.[2]
Pada dasarnya filsafat pendidikan
membicarakan tiga masalah pokok.[1]
Pertama, apakah sebenarnya pendidikan itu.[1].
Kedua, apakah tujuan pendidikan yang sejati.[1]
Ketiga, dengan metode atau cara apakah tujuan pendidikan dapat tercapai.[1]